KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
+6
Auma
akulazmi89
hasbima@abe
albanjary
dragon
didin
10 posters
Page 1 of 2
Page 1 of 2 • 1, 2
KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
Siapa nang handak ka banua ......?
Kota hidup senafas dengan dinamika pelaku-pelakunya, warga dan
Pemerintah kotanya. Dinamika itu juga menggambarkan apakah sebuah kota
mengalami kemajuan, stagnan atau mengalami kemunduran. Wajah kota
sekaligus membawa citra mau dibawa kemana kota itu. Ekspresi-ekspresi
itu sekaligus menorehkan catatan-catatan masa lalu, masa kini bahkan
rabaan-rabaan bagaimana kota itu dimasa depan.
Belajar dari kemajuan
kota Shanghai yang luarbiasa, maka kemajuan bukanlah melesaknya
bangunan ultramodern yang menggambarkan kekinian, tetapi warga Shanghai
sekaligus menghargai bangunan lama, kawasan lama dan artefak lama sama
nilainya dengan yang baru.
Bayangan akan China masa
lalu yang pernah porak poranda tidak nampak samasekali, ketika orang
melihat Shanghai masa kini. Orangpun bingung membedakan antara
kota-kota Eropa, Amerika dengan Shanghai. Tidak hanya bangunan tinggi
berlomba menggapai langit, bangunan masa lalupun tampil bersolek genit.
Tidak cukup bangunan-cerdas (smart-buildings) memajang diri,
jalan-jalan bebas hambatan dengan transportasi mutahir saling rajut
untuk menyapa bangunan tua yang berusia ratusan tahun. Shanghai-pun
kaya raya dengan bermacam artefak kota.
Warga
Shanghai tetap menjaga semua artefak kota tetap utuh dan terawat.
Modernisasi bahkan tidak ‘menyakiti dan melecehkan’ bangunan lama.
Jalan bebas hambatan yang saling-silang dimana-mana, tampil harmonis
dengan ‘hanya menggeser’ bahkan memindahkan posisi bangunan kuno
apabila pilihan itu harus menjadi satu-satunya. Artefak-artefak kota
itu dinafasi dengan kegiatan-kegiatan yang tidak hanya eksis dari sudut
pandang wisata saja, tetapi tetap enerjik menyumbang ekonomi kota dan
warganya.
Penghargaan pada sejarah
masa lalu (yang pahit sekalipun), membuat warga Shanghai menjadi arif.
Pelajaran sejarah tidak hanya berkutat pada sejarah teknologi saja
(seni arsitektur, tatakota, dan lain-lain) tetapi berbagai bidang,
termasuk menghargai keberagaman. Artefak kota memainkan nada-nadanya
secara harmonis. New-Shanghai yang” bungas” dengan gedung-gedung megahnya, bersanding manis dengan kawasan yang disebut old-Shanghai
yang menyajikan arsitektur yang beragam. Arsitek-arsitek Eropah membawa
arsitektur Gothik-nya sampai arsitek Rusia dengan bangunan megahnya,
berdampingan mempesona dengan arsitektur Tiongkok nan eksotis.
Banjarmasin-pun tidak
harus rumah Banjar bubungan tinggi, kota memang tidak harus seragam.
Keberagaman tanpa menghilangkan identitas kota memang indah. Kalau ada
kawasan Kampung Melayu dan kawasan Pecinan, Banjar boleh dong berbangga
diri. Kalau Dutamall boleh berdiri, mengapa budaya sungai kita nyaris
mati? Banjarmasin memang agamis, karena di pusat kota ada Masjid
Sabilal Muhtadin.
Sama halnya kita bangga
dengan kawasan Kuin, Banjarmasin Utara yang merekam berbagai memori.
Disana carut-marut gambaran sejarah kota, awal Banjarmasin lahir dan
menjadi cikal-bakal majunya Banjarmasin kita. Mulai jaman raja-raja,
masuknya berbagai bangsa asing dengan segala macam keinginan dan
tujuannya, marak dan matinya sampai menggeliat kembali seperti saat ini.
Keberagaman memang
menjadi kata kunci untuk globalisasi. Kekinian memang bukan hanya milik
wajah bangunan, sikap warga kota apalagi pengelolanya juga harus
demikian. Menghargai keberagaman dan kemajemukan merajut kekuatan. Beda
itu indah. Memunculkan perbedaan itu suatu keindahan?
Tidak dapat dimungkiri gerbong ekonomi membawa kemajuan kawasannya. Dalam waktu yang hampir bersamaan ada beberapa Trade-Center atau Shopping Mall
berdiri di kawasan Banjarmasin. Tampil dengan segala kekinian, mereka
membawa juga atribut entertainment yang seakan menggugah Banjarmasin
untuk tampil lebih hidup.
Pertanyaannya kemudian
adalah dayatarik apa yang membuat orang mau berkunjung ke kawasan
Banjarmasin? Kota yang gemerlap bermandi cahaya, yang berlomba
menawarkan entertainment, yang menyediakan apa saja kebutuhan
wargakota. Bahkan fasilitas kota seolah pilih kasih untuk berkiblat
kepada kapitalis. Siapa peduli Banjarmasin?
Pasar Terapung seperti
kehilangan pesona, Museum Wasaka terdiam sendiri, Sungai Martapura-pun
seperti menyerah ketika senja tiba. Kawasan Kuin tidak juga tampil
meriah. Mesjid Sultan Suriansyah yang ber-arsitektur simpatik-pun belum
berjaya. Apalagi Jembatan Barito yang seolah bukan milik siapa-siapa.
Bukannya Banjarmasin ini dulu punya pesona kehidupan sungai? Yang
menjadi tempat asyik untuk entertainment sehat di sore hari. Tidakkah
tepi Barito dan sungai Martapura bisa disulap menjadi Jimbaran. Kawasan
Jembatan Barito mampu dibuat seperti Clarke-Quay di Singapura?
Masalahnya adalah siapa
yang memulai dan siapa pula yang mau berinvestasi dengan memberdayakan
artefak kota, sekaligus menguntungkan dari sudut ekonomi. Banjarmasin
Utara dengan kelebihan yang tidak dimiliki kawasan lain di Banjarmasin,
berupa artefak lama kota seharusnya berbenah. Pemerintah Kota
seharusnya memperbaiki sarana dan prasarana kota di kawasan ini.
Memberi informasi yang maksimal agar mampu mengusir kegamangan orang
untuk datang. Menciptakan ruang-ruang terbuka publik yang berkualitas
dan spesifik, yang mampu mengundang wargakota untuk datang. Menghimbau
atau bahkan mewajibkan pemilik bangunan merawat dan menampilkan
bangunan seatraktif mungkin.
Di beberapa kota di
dunia, bangunan lama (juga bangunan baru) hadir bermandikan cahaya di
malam hari. Hal ini perlu didukung dengan kebijakan pembayaran listrik
yang murah bagi bangunan bersejarah atau bangunan yang mempunyai
sumbangan positip bagi perekonomian dan Pendapatan Asli Daerah.
Kebijakan ini perlu diterapkan agar mereka yang mempunyai andil dalam
nilai tambah perkotaan, dapat hidup layak.
Partisipasi warga
diharapkan dapat berupa dukungan program-program budaya yang otentik.
Di beberapa kota besar di Indonesia sudah jamak acara-acara wisata
kawasan cagar budaya. Banjarmasin sudah memulai dengan acara-acara
seperti Festival Budaya Pasar Terapung 2008, Aruh Ganal Banua Banjar,
dan lain-lain.
Pada saat ini
pemberdayaan Kawasan Banjarmasin, utamanya bertujuan membuat
peninggalan atau budaya banua mampu bersinar kembali. Siapa mau ke
Banjarmasin?
Kota hidup senafas dengan dinamika pelaku-pelakunya, warga dan
Pemerintah kotanya. Dinamika itu juga menggambarkan apakah sebuah kota
mengalami kemajuan, stagnan atau mengalami kemunduran. Wajah kota
sekaligus membawa citra mau dibawa kemana kota itu. Ekspresi-ekspresi
itu sekaligus menorehkan catatan-catatan masa lalu, masa kini bahkan
rabaan-rabaan bagaimana kota itu dimasa depan.
Belajar dari kemajuan
kota Shanghai yang luarbiasa, maka kemajuan bukanlah melesaknya
bangunan ultramodern yang menggambarkan kekinian, tetapi warga Shanghai
sekaligus menghargai bangunan lama, kawasan lama dan artefak lama sama
nilainya dengan yang baru.
Bayangan akan China masa
lalu yang pernah porak poranda tidak nampak samasekali, ketika orang
melihat Shanghai masa kini. Orangpun bingung membedakan antara
kota-kota Eropa, Amerika dengan Shanghai. Tidak hanya bangunan tinggi
berlomba menggapai langit, bangunan masa lalupun tampil bersolek genit.
Tidak cukup bangunan-cerdas (smart-buildings) memajang diri,
jalan-jalan bebas hambatan dengan transportasi mutahir saling rajut
untuk menyapa bangunan tua yang berusia ratusan tahun. Shanghai-pun
kaya raya dengan bermacam artefak kota.
Warga
Shanghai tetap menjaga semua artefak kota tetap utuh dan terawat.
Modernisasi bahkan tidak ‘menyakiti dan melecehkan’ bangunan lama.
Jalan bebas hambatan yang saling-silang dimana-mana, tampil harmonis
dengan ‘hanya menggeser’ bahkan memindahkan posisi bangunan kuno
apabila pilihan itu harus menjadi satu-satunya. Artefak-artefak kota
itu dinafasi dengan kegiatan-kegiatan yang tidak hanya eksis dari sudut
pandang wisata saja, tetapi tetap enerjik menyumbang ekonomi kota dan
warganya.
Penghargaan pada sejarah
masa lalu (yang pahit sekalipun), membuat warga Shanghai menjadi arif.
Pelajaran sejarah tidak hanya berkutat pada sejarah teknologi saja
(seni arsitektur, tatakota, dan lain-lain) tetapi berbagai bidang,
termasuk menghargai keberagaman. Artefak kota memainkan nada-nadanya
secara harmonis. New-Shanghai yang” bungas” dengan gedung-gedung megahnya, bersanding manis dengan kawasan yang disebut old-Shanghai
yang menyajikan arsitektur yang beragam. Arsitek-arsitek Eropah membawa
arsitektur Gothik-nya sampai arsitek Rusia dengan bangunan megahnya,
berdampingan mempesona dengan arsitektur Tiongkok nan eksotis.
Banjarmasin-pun tidak
harus rumah Banjar bubungan tinggi, kota memang tidak harus seragam.
Keberagaman tanpa menghilangkan identitas kota memang indah. Kalau ada
kawasan Kampung Melayu dan kawasan Pecinan, Banjar boleh dong berbangga
diri. Kalau Dutamall boleh berdiri, mengapa budaya sungai kita nyaris
mati? Banjarmasin memang agamis, karena di pusat kota ada Masjid
Sabilal Muhtadin.
Sama halnya kita bangga
dengan kawasan Kuin, Banjarmasin Utara yang merekam berbagai memori.
Disana carut-marut gambaran sejarah kota, awal Banjarmasin lahir dan
menjadi cikal-bakal majunya Banjarmasin kita. Mulai jaman raja-raja,
masuknya berbagai bangsa asing dengan segala macam keinginan dan
tujuannya, marak dan matinya sampai menggeliat kembali seperti saat ini.
Keberagaman memang
menjadi kata kunci untuk globalisasi. Kekinian memang bukan hanya milik
wajah bangunan, sikap warga kota apalagi pengelolanya juga harus
demikian. Menghargai keberagaman dan kemajemukan merajut kekuatan. Beda
itu indah. Memunculkan perbedaan itu suatu keindahan?
Tidak dapat dimungkiri gerbong ekonomi membawa kemajuan kawasannya. Dalam waktu yang hampir bersamaan ada beberapa Trade-Center atau Shopping Mall
berdiri di kawasan Banjarmasin. Tampil dengan segala kekinian, mereka
membawa juga atribut entertainment yang seakan menggugah Banjarmasin
untuk tampil lebih hidup.
Pertanyaannya kemudian
adalah dayatarik apa yang membuat orang mau berkunjung ke kawasan
Banjarmasin? Kota yang gemerlap bermandi cahaya, yang berlomba
menawarkan entertainment, yang menyediakan apa saja kebutuhan
wargakota. Bahkan fasilitas kota seolah pilih kasih untuk berkiblat
kepada kapitalis. Siapa peduli Banjarmasin?
Pasar Terapung seperti
kehilangan pesona, Museum Wasaka terdiam sendiri, Sungai Martapura-pun
seperti menyerah ketika senja tiba. Kawasan Kuin tidak juga tampil
meriah. Mesjid Sultan Suriansyah yang ber-arsitektur simpatik-pun belum
berjaya. Apalagi Jembatan Barito yang seolah bukan milik siapa-siapa.
Bukannya Banjarmasin ini dulu punya pesona kehidupan sungai? Yang
menjadi tempat asyik untuk entertainment sehat di sore hari. Tidakkah
tepi Barito dan sungai Martapura bisa disulap menjadi Jimbaran. Kawasan
Jembatan Barito mampu dibuat seperti Clarke-Quay di Singapura?
Masalahnya adalah siapa
yang memulai dan siapa pula yang mau berinvestasi dengan memberdayakan
artefak kota, sekaligus menguntungkan dari sudut ekonomi. Banjarmasin
Utara dengan kelebihan yang tidak dimiliki kawasan lain di Banjarmasin,
berupa artefak lama kota seharusnya berbenah. Pemerintah Kota
seharusnya memperbaiki sarana dan prasarana kota di kawasan ini.
Memberi informasi yang maksimal agar mampu mengusir kegamangan orang
untuk datang. Menciptakan ruang-ruang terbuka publik yang berkualitas
dan spesifik, yang mampu mengundang wargakota untuk datang. Menghimbau
atau bahkan mewajibkan pemilik bangunan merawat dan menampilkan
bangunan seatraktif mungkin.
Di beberapa kota di
dunia, bangunan lama (juga bangunan baru) hadir bermandikan cahaya di
malam hari. Hal ini perlu didukung dengan kebijakan pembayaran listrik
yang murah bagi bangunan bersejarah atau bangunan yang mempunyai
sumbangan positip bagi perekonomian dan Pendapatan Asli Daerah.
Kebijakan ini perlu diterapkan agar mereka yang mempunyai andil dalam
nilai tambah perkotaan, dapat hidup layak.
Partisipasi warga
diharapkan dapat berupa dukungan program-program budaya yang otentik.
Di beberapa kota besar di Indonesia sudah jamak acara-acara wisata
kawasan cagar budaya. Banjarmasin sudah memulai dengan acara-acara
seperti Festival Budaya Pasar Terapung 2008, Aruh Ganal Banua Banjar,
dan lain-lain.
Pada saat ini
pemberdayaan Kawasan Banjarmasin, utamanya bertujuan membuat
peninggalan atau budaya banua mampu bersinar kembali. Siapa mau ke
Banjarmasin?
didin- Brigedier Jeneral
- Posts : 3388
Points : 3399
Join date : 21/10/2009
Age : 56
Location : Banjarmasin-Palangka Raya
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
balum sampai seru lukok...
dragon- Brigedier Jeneral
- Posts : 4129
Points : 4147
Join date : 15/06/2009
Age : 45
Location : Batu Pahat
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
handak haja tulak..tapi poket kada baiisi lagi.....
albanjary- Koperal
- Posts : 205
Points : 207
Join date : 01/11/2009
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
paket ada baisi
tagal kada pati mayo...
tagal kada pati mayo...
dragon- Brigedier Jeneral
- Posts : 4129
Points : 4147
Join date : 15/06/2009
Age : 45
Location : Batu Pahat
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
sampai masa
cukup duitnya
ada razaki
pasti sampai
cukup duitnya
ada razaki
pasti sampai
hasbima@abe- Leftenen Jeneral
- Posts : 15609
Points : 15721
Join date : 13/06/2009
Age : 62
Location : tamaloh
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
umai..bukan paparakan.. insyaallah.. berusaha...
akulazmi89- Gurkha
- Posts : 10
Points : 12
Join date : 05/01/2010
Age : 35
Location : BATU PAHAT, JOHOR
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
KAGANANGAN KANDANGAN KOTAKU
Kandangan kotaku.
Tak lagi ku dengar ketipak gerobak sapi mengawal pagi .
Kandangan kotaku.
Tak lagi ku dengar cericit pipit di sela hamparan padi.
Kandangan kotaku.
Tak lagi ku dengar derak-derik, leguh-legah pedati dan genta.
Gedebur riak Amandit yang menghiba,
Kuningnya air muara dan kapal-kapal kecil di waktu senja.
Dan aku tak melupakanmu, Kandanganku, Sungai Amandit, Kampung Taniran, Bumi Antaluddin.
Panasmu lusuhkan kemeja,
Derap langkahmu,
angin lengkisaumu
dan masa lampaumu.
Aku tak bersedih karena semuanya ini.
Sebab telah menggelitik bawah sadarku sampai aku jatuh cinta.
Bila aku tiada lagi nanti Kandangan kotaku, janganlah bersedih
bagai mentari tenggelam di balik jubahmu.
Setelah menulis puisi di atas, entah kenapa mataku berkaca-kaca…
Ingat Kandangan.
Ingat Sungai Amandit
Ingat pematang sawah belakang rumah
Ingat layang-layang di musim kemarau.
Pohon-pohon sagu yang rimbun
Pohon nyiur yang tingginya menjulang
Padi huma yang tumbuh melaut dan melentuk-lentuk diterpa bayu
Sungai yang mengalir dari kaki gunung yang membiru
Ingat Loksado
Ingat air terjun Haratai
Tanuhi
Ingat gunung Batu Bini dan Batu Laki
Ingat Padang Batung
Durian Rabung, Niih, Karang Jawa, Mandapai, Telaga Langsat
Ingat Hassan Basry
Etos kepahlawanan
Amuk Hantarukung,
Panglima Dambung
Jembatan Antaluddin di waktu malam.
Ketupat Kandangan.
Pakasam,
Gangan humbut,
Iwak saluang,
Makanan khas sehari-hari.
Ingat lantunan ayat-ayat suci Qur’an dari Masjid As-Su’ada
Ingat Acil Basirun, guru pertamaku mengeja alif-ba-ta.
Ingat Riswan, kawan sepengajian
Ingat Teman-teman.
Ingat Tetangga.
Wajah ramah penuh sumringah
Ingat Uma Abah
Pusara nenek kakek
Ingat madrasah tempat menuntut ilmu
Semuanya tertanam dengan baik dalam bagian otak yang menyimpan episodic memory….
membangkitkan emosi tertentu saat mengenangnya kembali lewat sebuah nostalgia.
Kandanganku…. ingin rasanya kembali bercengkrama
denganmu, melewati waktu di tepian sawah belakang rumah, merasakan
jernihnya air kehidupan, menaikkan layang-layang harapan
setinggi-tingginya, serta tidur di halaman masjid saat purnama tiba.
Kandanganku…… Sekarang aku jauh darimu, namun
kerinduanku sekarang ini kepadamu tak akan cukup jika aku suratkan di
sepanjang jalan menuju dirimu.
Kandanganku…. Maafkan aku, tiada dapat aku mengunjungimu sekarang
ini. Namun percayalah… jikalau senandung di pagi hari melantun dari
bibirku, tiada lain hanya senandung rindu akan dirimu, senandung
keindahan pesona kotamu dalam kalbu, yang terpancar dalam senyumku di
tiap pagi yang aku lewati.
Kandanganku….. Aku titipkan kedua orang tuaku bersamamu, karena
hanya dirimulah yang akan memberikan kedamaian buat mereka seperti
halnya kedamaian yang aku rasakan, walau hanya bisa mengenang keindahan
dan menghirup aromamu dari keletihan hati.
Kandanganku….. Tulisan ini aku awali dan aku akhiri dengan paragraf
cinta yang tersirat indah dalam hati. Penuh harap dan tetap menanti…
menanti waktu untuk aku kembali bersamamu dan mentari… telusuri
pematang hati yang terbentang sebagai permadani kehidupan.
Aku makin rindu sekarang. Rindu hamparan luas sawahnya yang dilatari
Gunung Meratus. Rindu makanannya yang membuat lidah tak henti
bergoyang. Rindu dengan adatnya yang kadang rumit dan tidak efisien,
namun eksotis. Bahkan aku juga rindu bau aroma khas rumput basah
berembun di pagi hari. Rindu suara seruling yang mendayu-dayu memanggil
anak negeri untuk menengok kampung halamannya.
Aku rindu dengan semuanya….
Tak pernah aku melupakanmu….
Kaganangan Kandangan Kotaku.
Kandangan kotaku.
Tak lagi ku dengar ketipak gerobak sapi mengawal pagi .
Kandangan kotaku.
Tak lagi ku dengar cericit pipit di sela hamparan padi.
Kandangan kotaku.
Tak lagi ku dengar derak-derik, leguh-legah pedati dan genta.
Gedebur riak Amandit yang menghiba,
Kuningnya air muara dan kapal-kapal kecil di waktu senja.
Dan aku tak melupakanmu, Kandanganku, Sungai Amandit, Kampung Taniran, Bumi Antaluddin.
Panasmu lusuhkan kemeja,
Derap langkahmu,
angin lengkisaumu
dan masa lampaumu.
Aku tak bersedih karena semuanya ini.
Sebab telah menggelitik bawah sadarku sampai aku jatuh cinta.
Bila aku tiada lagi nanti Kandangan kotaku, janganlah bersedih
bagai mentari tenggelam di balik jubahmu.
Setelah menulis puisi di atas, entah kenapa mataku berkaca-kaca…
Ingat Kandangan.
Ingat Sungai Amandit
Ingat pematang sawah belakang rumah
Ingat layang-layang di musim kemarau.
Pohon-pohon sagu yang rimbun
Pohon nyiur yang tingginya menjulang
Padi huma yang tumbuh melaut dan melentuk-lentuk diterpa bayu
Sungai yang mengalir dari kaki gunung yang membiru
Ingat Loksado
Ingat air terjun Haratai
Tanuhi
Ingat gunung Batu Bini dan Batu Laki
Ingat Padang Batung
Durian Rabung, Niih, Karang Jawa, Mandapai, Telaga Langsat
Ingat Hassan Basry
Etos kepahlawanan
Amuk Hantarukung,
Panglima Dambung
Jembatan Antaluddin di waktu malam.
Ketupat Kandangan.
Pakasam,
Gangan humbut,
Iwak saluang,
Makanan khas sehari-hari.
Ingat lantunan ayat-ayat suci Qur’an dari Masjid As-Su’ada
Ingat Acil Basirun, guru pertamaku mengeja alif-ba-ta.
Ingat Riswan, kawan sepengajian
Ingat Teman-teman.
Ingat Tetangga.
Wajah ramah penuh sumringah
Ingat Uma Abah
Pusara nenek kakek
Ingat madrasah tempat menuntut ilmu
Semuanya tertanam dengan baik dalam bagian otak yang menyimpan episodic memory….
membangkitkan emosi tertentu saat mengenangnya kembali lewat sebuah nostalgia.
Kandanganku…. ingin rasanya kembali bercengkrama
denganmu, melewati waktu di tepian sawah belakang rumah, merasakan
jernihnya air kehidupan, menaikkan layang-layang harapan
setinggi-tingginya, serta tidur di halaman masjid saat purnama tiba.
Kandanganku…… Sekarang aku jauh darimu, namun
kerinduanku sekarang ini kepadamu tak akan cukup jika aku suratkan di
sepanjang jalan menuju dirimu.
Kandanganku…. Maafkan aku, tiada dapat aku mengunjungimu sekarang
ini. Namun percayalah… jikalau senandung di pagi hari melantun dari
bibirku, tiada lain hanya senandung rindu akan dirimu, senandung
keindahan pesona kotamu dalam kalbu, yang terpancar dalam senyumku di
tiap pagi yang aku lewati.
Kandanganku….. Aku titipkan kedua orang tuaku bersamamu, karena
hanya dirimulah yang akan memberikan kedamaian buat mereka seperti
halnya kedamaian yang aku rasakan, walau hanya bisa mengenang keindahan
dan menghirup aromamu dari keletihan hati.
Kandanganku….. Tulisan ini aku awali dan aku akhiri dengan paragraf
cinta yang tersirat indah dalam hati. Penuh harap dan tetap menanti…
menanti waktu untuk aku kembali bersamamu dan mentari… telusuri
pematang hati yang terbentang sebagai permadani kehidupan.
Aku makin rindu sekarang. Rindu hamparan luas sawahnya yang dilatari
Gunung Meratus. Rindu makanannya yang membuat lidah tak henti
bergoyang. Rindu dengan adatnya yang kadang rumit dan tidak efisien,
namun eksotis. Bahkan aku juga rindu bau aroma khas rumput basah
berembun di pagi hari. Rindu suara seruling yang mendayu-dayu memanggil
anak negeri untuk menengok kampung halamannya.
Aku rindu dengan semuanya….
Tak pernah aku melupakanmu….
Kaganangan Kandangan Kotaku.
didin- Brigedier Jeneral
- Posts : 3388
Points : 3399
Join date : 21/10/2009
Age : 56
Location : Banjarmasin-Palangka Raya
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
Suah ka Banjarmasin sakali tahun 2008
Banyak tampat yang ikam post tu kada sawat tulak Didin ai
Banyak tampat yang ikam post tu kada sawat tulak Didin ai
Auma- Leftenan Kolonel
- Posts : 1713
Points : 1739
Join date : 25/05/2009
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
Hagan didin..
Kaina kami ada rancangan handak mangirimakan abah ka Kandangan saurangan huluk Didin'ai..
Ading bibini kak ros nang nombor 3 mambari'ik pendapat, balum lagi ruhui ba pandiran awan nang lain nya..
Kasian bangat awan abah kak ros nginto!
Handak bangat hiden mancari'ik bubuhan kita di Sungai Paring, Kandangan..
InsyAALAH termakbul hajat hiden.. Aminnnn.
Kaina kami ada rancangan handak mangirimakan abah ka Kandangan saurangan huluk Didin'ai..
Ading bibini kak ros nang nombor 3 mambari'ik pendapat, balum lagi ruhui ba pandiran awan nang lain nya..
Kasian bangat awan abah kak ros nginto!
Handak bangat hiden mancari'ik bubuhan kita di Sungai Paring, Kandangan..
InsyAALAH termakbul hajat hiden.. Aminnnn.
*ROSMAH*- Mejar Jeneral
- Posts : 6093
Points : 6137
Join date : 29/05/2009
Age : 67
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
rasok benar dah
bapak didin jadi kapitan kat sana
atur program
barang semingguk kembara ke banjar
mau ramik juak
bapak didin jadi kapitan kat sana
atur program
barang semingguk kembara ke banjar
mau ramik juak
Atong- Mejar Jeneral
- Posts : 8268
Points : 8310
Join date : 22/05/2009
Location : Alam Maya (Kuala Lumpur)
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
*ROSMAH* wrote:Hagan didin..
Kaina kami ada rancangan handak mangirimakan abah ka Kandangan saurangan huluk Didin'ai..
Ading bibini kak ros nang nombor 3 mambari'ik pendapat, balum lagi ruhui ba pandiran awan nang lain nya..
Kasian bangat awan abah kak ros nginto!
Handak bangat hiden mancari'ik bubuhan kita di Sungai Paring, Kandangan..
InsyAALAH termakbul hajat hiden.. Aminnnn.
mudahan takabul hajat pian sapadingsanakan,Amien ya Rabbal'alamin, ulun siap haja disia mangawal ayahnda
jadi ancang-ancangnya rute perjalanan hidin
KUALA LUMPUR - JAKARTA- PALANGKARAYA, sampai di Palangka Raya, ulun nang mambawa hidin sampai kabanua
didin- Brigedier Jeneral
- Posts : 3388
Points : 3399
Join date : 21/10/2009
Age : 56
Location : Banjarmasin-Palangka Raya
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
gasan keluarga rapat seperinduan hajak leii???
lokok tingasnya tuan najib
ngeh ngeh ngeh
lokok tingasnya tuan najib
ngeh ngeh ngeh
Atong- Mejar Jeneral
- Posts : 8268
Points : 8310
Join date : 22/05/2009
Location : Alam Maya (Kuala Lumpur)
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
Luko Najib nak umpat jua ka banua...
ako kapingin jua ka banjar manireng tanah kalahirana padatuan...
paninian bahari,,,,
ako kapingin jua ka banjar manireng tanah kalahirana padatuan...
paninian bahari,,,,
UmaYani/UY- Brigedier Jeneral
- Posts : 3505
Points : 3508
Join date : 22/05/2009
Location : Meru, Klang
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
ulun kapingin jua ka banua didin nai
kayapa handak mambawa anak anak ikan nang kita pandirkan halam ka Malaysia ? tampat tu di Pontianak. Kaina ulun batakun ka bahagian nang manjaga tuh. Banda ni kana malalui / kalulusan cites ( banda kawalan panyakit ) bayarannya, cukainya, permitnya, jangan sampai di airport KLIA kada kawa di bawa kaluar. Imbaham palabur yang lebur.
kayapa handak mambawa anak anak ikan nang kita pandirkan halam ka Malaysia ? tampat tu di Pontianak. Kaina ulun batakun ka bahagian nang manjaga tuh. Banda ni kana malalui / kalulusan cites ( banda kawalan panyakit ) bayarannya, cukainya, permitnya, jangan sampai di airport KLIA kada kawa di bawa kaluar. Imbaham palabur yang lebur.
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
bah! kana manabung duit ni hagan ka banua...
dragon- Brigedier Jeneral
- Posts : 4129
Points : 4147
Join date : 15/06/2009
Age : 45
Location : Batu Pahat
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
Budaya Banjar
Nanang dan Galuh Banjar (semacam abang dan none Jakarta) yang dipilih setiap tahun diKalsel.
KAIN KHAS SASIRANGAN
Warga Kalsel, boleh merasa bangga dengan adanya kain sasirangan,
sebagai simbol budaya masyarakat sejak nenek moyang, walau tadinya kain
itu diciptakan untuk pengobatan, tetapi belakangan kain itu telah
menjadi nilai jual yang tinggi, dipakai bukan saja sebagai pakaian
resmi, acara pesta, dan perkawinan, tetapi sudah masuk sebagai bahan
baku perancangan busana kelas nasional.
Buktinya saja, seorang perancang busana, Ian Adrian dari jakarta
telah mempopulerkan kain tersebut sebagai bahan utama rancangannya dan
telah pula di peragakan pada acara fashion show bertajuk “ulun bungas”
bahkan acara tersebut telah tercatat di Museum Record Indonesia (MURI).
Berdasarkan catatan
Gubernur Kalsel beserta 20 peragawati dan perancang Ia Adrian pada acara fashion show Ulun Bungas di Banjarmasin
Sasirangan dibuat dengan teknik tusuk jelujur
kemudian diikat tali rafia dan selanjutnya dicelup. Kain ini ada
beberapa motif antara lain Iris Pudak, Kambang Raja, Bayam Raja, Kulit
Kurikit, Ombak Sinapur Karang, Bintang Bahambur, Sari Gading, Kulit
Kayu, Naga Balimbur, Jajumputan, Turun Dayang, Kambang Tampuk Manggis,
Daun Jaruju, Kangkung Kaombakan, Sisik Tanggiling, dan Kambang Tanjung
beberapa peragawati gunakan kain sasirangan
Presiden SBY dan ibu Ani SBY menggunakan kain Sasirangan khas Kalsel
Nanang dan Galuh Banjar (semacam abang dan none Jakarta) yang dipilih setiap tahun diKalsel.
KAIN KHAS SASIRANGAN
Warga Kalsel, boleh merasa bangga dengan adanya kain sasirangan,
sebagai simbol budaya masyarakat sejak nenek moyang, walau tadinya kain
itu diciptakan untuk pengobatan, tetapi belakangan kain itu telah
menjadi nilai jual yang tinggi, dipakai bukan saja sebagai pakaian
resmi, acara pesta, dan perkawinan, tetapi sudah masuk sebagai bahan
baku perancangan busana kelas nasional.
Buktinya saja, seorang perancang busana, Ian Adrian dari jakarta
telah mempopulerkan kain tersebut sebagai bahan utama rancangannya dan
telah pula di peragakan pada acara fashion show bertajuk “ulun bungas”
bahkan acara tersebut telah tercatat di Museum Record Indonesia (MURI).
Berdasarkan catatan
Gubernur Kalsel beserta 20 peragawati dan perancang Ia Adrian pada acara fashion show Ulun Bungas di Banjarmasin
Sasirangan dibuat dengan teknik tusuk jelujur
kemudian diikat tali rafia dan selanjutnya dicelup. Kain ini ada
beberapa motif antara lain Iris Pudak, Kambang Raja, Bayam Raja, Kulit
Kurikit, Ombak Sinapur Karang, Bintang Bahambur, Sari Gading, Kulit
Kayu, Naga Balimbur, Jajumputan, Turun Dayang, Kambang Tampuk Manggis,
Daun Jaruju, Kangkung Kaombakan, Sisik Tanggiling, dan Kambang Tanjung
beberapa peragawati gunakan kain sasirangan
Presiden SBY dan ibu Ani SBY menggunakan kain Sasirangan khas Kalsel
- Kain sasirangan yang merupakan kerajinan khas daerah Kalimantan
Selatan (Kalsel) menurut para tetua masyarakat setempat, dulunya
digunakan sebagai ikat kepala (laung), juga sebagai sabuk dipakai kaum
lelaki serta sebagai selendang, kerudung, atau udat (kemben) oleh kaum
wanita. Kain ini juga sebagai pakaian adat dipakai pada upacara-upacara
adat, bahkan digunakan pada pengobatan orang sakit. Tapi saat ini, kain
sasirangan peruntukannya tidak lagi untuk spiritual sudah menjadi
pakaian untuk kegiatan sehari-hari, dan merupakan ciri khas sandang
dari Kalsel. Di Kalsel, kain sasirangan merupakan salah satu kerajinan
khas daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Kata “Sasirangan”
berasal dari kata sirang (bahasa setempat) yang berarti diikat atau
dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya atau dalam istilah bahasa
jahit menjahit dismoke/dijelujur. Kalau di Jawa disebut jumputan. Kain
sasirangan dibuat dengan memakai bahan kain mori, polyester yang
dijahit dengan cara tertentu. Kemudian disapu dengan bermacam-macam
warna yang diinginkan, sehingga menghasilkan suatu bahan busana yang
bercorak aneka warna dengan garis-garis atau motif yang menawan.Proses
Pembuatan Kain Sasirangan
Pertama menyirang kain, Kain dipotong secukupnya disesuaikan untuk
keperluan pakaian wanita atau pria. Kemudian kain digambar dengan
motif-motif kain adat, lantas disirang atau dijahit dengan tangan
jarang-jarang/renggang mengikuti motif. Kain yang telah dijahit,
ditarik benang jahitannya dengan tujuan untuk mengencangkan jahitannya,
sehingga kain mengerut dengan rapat dan kain sudah siap untuk masuk
proses selanjutnya.
Kedua penyiapan zat warna, Zat warna yang digunakan adalah zat warna
untuk membatik. Semua zat warna yang untuk membatik dapat digunakan
untuk pewarnaan kain sasirangan. Tapi zat warna yang sering digunakan
saat ini adalah zat warna naphtol dengan garamnya. Bahan lainnya
sebagai pembantu adalah soda api (NaOH), TRO/Sepritus, air panas yang
mendidih. Mula-mula zat warna diambil secukupnya, kemudian
diencerkan/dibuat pasta dengan menambahkan TRO/Spirtus, lantas diaduk
sampai semua larut/melarut. Setelah zat melarut semua, kemudian
ditambahkan beberapa tetes soda api dan terakhir ditambahkan dengan air
panas dan air dingin sesuai dengan keperluan. Larutan harus
bening/jernih. Untuk melarutkan zat warna naphtol sudah dianggap
selesai dan sudah dapat dipergunakan untuk mewarnai kain sasirangan.
Untuk membuat warna yang dikehendaki, maka zat warna naphtol harus
ditimbulkan/dipeksasi dengan garamnya. Untuk melarutkan garamnya,
diambil sesuai dengan keperluan kemudian ditambahkan air panas sedikit
demi sedikit sambil diaduk-aduk kuat-kuat sehingga zat melarut semua
dan didapatkan larutan yang bening. Banyaknya larutan disesuaikan
dengan keperluan. Kedua larutan yaitu naphtol dan garam sudah dapat
dipergunakan untuk mewarnai kain sasirangan, yaitu dengan cara
pertama-tama mengoleskan/menyapukan zat warna naphtol pada kain yang
telah disirang yang kemudian disapukan lagi/dioleskan larutan garamnya
sehingga akan timbul warna pada kain sasirangan yang sudah diolesi
sesuai dengan warna yang diinginkan. Setelah seluruh kain diberi warna,
kain dicuci bersih-bersih sampai air cucian tidak berwarna lagi.
Kain yang sudah bersih, kemudian dilepaskan jahitannya sehingga
terlihat motif-motif bekas jahitan diantara warna-warna yang ada pada
kain tersebut. Sampai disini proses pembuatan kain sasirangan telah
selesai dan dijemur salanjutnya diseterika dan siap untuk dipasarkan,
(diktp dr tlisn bambang miranto) - DALAM BAHASA BANJAR MEMILIKI “SEGUDANG” PERIBAHASA
Banjarmasin,3/11 (ANTARA)- Seorang ahli bahasa Banjar yang juga dosen
senior Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin,Haji Djantera
Kawi mengungkapkan bahwa dalam bahasa Banjar yang digunakan masyarakat
terbesar di wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) serta daerah komunitas
suku Banjar di tempat lain mengandung segudang peribahasa atau
ungkapan-ungkapan.
“Berdasarkan penelitian seorang tak kurang dari 1.371 buah pribahasa
atau ungkapan yang digunakan dalam kesempatan berbahasa Banjar,” kata
Djantera Kawi seperti dilaporkan, Sabtu.
Masalah peribahasa dalam sastra Banjar ini pula yang disampaikannya
melalui kegiatan Kongres Budaya Banjar beberapa hari lalu dengan judul
“Sastra banjar untuk meningkatkan apresiasi generasi muda” dalam sebuah
seminar kaitan kongres budaya banjar ke -1 di Banjarmasin.
Menurut budayawan ini, jika diasumsikan setiap ungkapan atau peribahasa
tersebut mengandung satu ‘pra-ide’ sebagai segmen realita yang berarti
masyarakat Banjar memiliki kekayaan batin luar biasa nilainya yang
menyiratkan ‘pra-ide’ atau pandangan dunia yang khas.
Sebagai contoh saja, tambahnya peribahasa yang dimulai dengan kata
‘kada’ dan ‘jangan’ seperti ‘kada ada buriniknya’ (tak ada
ceritanya), kada ada kancur jeriangaunya (kada ada hubungannya), kada
ada urat tulangnya, kada babuku baruas, kada bakar kabawah, kada
bataring lagi, kada ingat burit kepala, kada hanyar belalawasan, kada
jadi baras, kada kulih kiwa, dan ungkapan lainnya.
Ungkapan mengggunakan kata jangan seperti jangan bacakut papadaan,
jangan mahabui muha kawan, jangan manahipunai, jangan jadi laki urukan,
jangan membuka pajaan, jangan maungkai pakasam, jangan sampai bungkas
dimuntung, dan sebagainya.
Ungkapan seperti kada ingat burit kepala, adalah sebuah konsep
intropeksi, kada ingat dimaknai dengan lupa atau tidak sadar, tidak
melihat, tidak kenal, sehingga secara keseluruhan ungkapan itu dapat
dimaknai tidak menyadari atas komponen dirinya atau sekitarnya, atau
tidak mengenali lingkungan internal dirinya, tidak sadar akan
keberadaan bagian-bagian yang tak terpisahkan darinya sebagai sebuah
kesatuan.
Ungkapan, jangan manahi punai secara realitas orang sering membedakan
antara ‘tanah’ biasa dengan tahi atau kotoran dari burung punai.
Ungkapan ini menyiratkan bahwa jejelasan identitas adalah sebuah
prinsip yang harus dihayati dan dijunjung tinggi, jangan seperti tahi
punai yang tidak jelas adanya.
Ungkapan lain seperti jangan bacakut papadaan yang bisa diartikan
sebagai anjuran untuk tidak terjadi perselisihan, pertentangan,
perbedaan yang menjurus kepada perpecahan diantara sesama lingkungan
sendidi demi membela dan mempertahankan prinsip ataupun kepentingan
masing-masing.
Walau dalam sastra Banjar tersebut terdapat banyak peribahasa dan
ungkapan yang syarat arti positif tetapi penggunaan ungkapan dan
peribhasa tersebut sudah mulai ditinggalkan seiring kian kemajuan zaman.
Oleh karena itu Haji Djantera Kawi dalam seminar yang diikuti peserta
dari kalangan tokoh Suku Banjar baik dari Kalsel, sendiri Kalteng,
Kaltim dan Tembilahan (Riau), Langkat (Sumatera Utara) Jogyakarta,
Jakarta, Surabaya, dan Selangor (Malaysia) mengajak semua pihak yang
berkomitmen terhadap keberadaan ungkapan Banjar itu untuk mendata
kembali jumlah ungkapan dan peribahasa tersebut lalu
mendokumentasikannya.
Selain itu harus ada pula upaya atau melakukan analisis ilmiah
berdasarkan teori relatifitas linguitik dan teori semiotika, serta
melakukan kodifikasi dan kategorisasi untuk berbagai keperluan, serta
merumuskan langkah revitalisasi, akualisasi dan strategis sosilaisasi
apresiasinya, kata budayawan Banjar tersebut
didin- Brigedier Jeneral
- Posts : 3388
Points : 3399
Join date : 21/10/2009
Age : 56
Location : Banjarmasin-Palangka Raya
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
sapa hendak jadik tekong
kembara ke benua banjar
jejak kasih
menyambong silaturahim yang terputus
kembara ke benua banjar
jejak kasih
menyambong silaturahim yang terputus
Atong- Mejar Jeneral
- Posts : 8268
Points : 8310
Join date : 22/05/2009
Location : Alam Maya (Kuala Lumpur)
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
beh, bujur jua kah atong nia !!! hakun kah batampai muha ?
Bulan Disember hanyaran nih bajurutan kawanan tulak ka sana.
Bulan Disember hanyaran nih bajurutan kawanan tulak ka sana.
Jom set bulan Jun ( cuti sakulah ) tangah tahun tu kada aur bangat
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
PERKARA MADIHIN
esenian madihin memiliki kemiripan dengan kesenian lamut, bedanya
terdapat pada cara penyampaian syairnya. Dalam lamut syair yang
disampaikan berupa sebuah cerita atau dongeng yang sudah sering
didengar dan lebih mengarah pada seni teater dengan adanya pemain dan
tokoh cerita. Sedangkan lirik syair dalam madihin sering dibuat secara
spontan oleh pemadihinnya dan lebih mengandung humor segar yang
menghibur dengan nasihat-nasihat yang bermanfaat.
Menurut berbagai keterangan asal kata madihin dari kata madah, sejenis
puisi lama dalam sastra Indonesia karena ia menyanyikan syair-syair
yang berasal dari kalimat akhir bersamaan bunyi. Madah bisa juga
diartikan sebagai kalimat puji-pujian (bahasa Arab) hal ini bisa
dilihat dari kalimat dalam madihin yang kadangkala berupa puji-pujian.
Pendapat lain mengatakan kata madihin berasal dari bahasa Banjar yaitu
papadahan atau mamadahi (memberi nasihat), pendapat ini juga bisa
dibenarkan karena isi dari syairnya sering berisi nasihat.
Asal mula timbulnya kesenian madihin sulit ditegaskan. Ada yang
berpendapat dari kampung Tawia, Angkinang, Hulu Sungai Selatan. Dari
Kampun Tawia inilah kemudian tersebar keseluruh Kalimantan Selatan
bahkan Kalimantan Timur. Pemain madihin yang terkenal umumnya berasal
dari kampung Tawia. Ada juga yang mengatakan kesenian ini berasal dari
Malaka sebab madihin dipengaruhi oleh syair dan gendang tradisional
dari tanah semenanjung Malaka yang sering dipakai dalam mengiringi
irama tradisional Melayu asli.
Cuma yang jelas madihin hanya mengenal bahasa Banjar dalam semua
syairnya yang berarti orang yang memulainya adalah dari suku Banjar
yang mendiami Kalimantan Selatan, sehingga bisa dilogikakan bahwa
madihin berasal dari Kalimantan Selatan. Diperkirakan madihin telah ada
semenjak Islam menyebar di Kerajaan Banjar lahirnya dipengaruhi kasidah.
Pada waktu dulu fungsi utama madihin untuk menghibur raja atau
pejabat istana, isi syair yang dibawakan berisi puji-pujian kepada
kerajaan. Selanjutnya madihin berkembang fungsi menjadi hiburan rakyat
di waktu-waktu tertentu, misalnya pengisi hiburan sehabis panen,
memeriahkan persandingan penganten dan memeriahkan hari besar lainnya.
Kesenian madihin umumnya digelarkan pada malam hari, lama pergelaran
biasanya lebih kurang 1 sampai 2 jam sesuai permintaan penyelenggara.
Dahulu pementasannya banyak dilakukan di lapangan terbuka agar
menampung penonton banyak, sekarang madihin lebih sering digelarkan di
dalam gedung tertutup.
Madihin bisa dibawakan oleh 2 sampai 4 pemain, apabila yang bermain
banyak maka mereka seolah-olah bertanding adu kehebatan syair, saling
bertanya jawab, saling sindir, dan saling kalah mengalahkan melalui
syair yang mereka ciptakan. Duel ini disebut baadu kaharatan (adu
kehebatan), kelompok atau pemadihinan yang terlambat atau tidak bisa
membalas syair dari lawannya akan dinyatakan kalah. Jika dimainkan
hanya satu orang maka pemadihinan tersebut harus bisa mengatur rampak
gendang dan suara yang akan ditampilkan untuk memberikan efek dinamis
dalam penyampaian syair. Pemadihinan secara tunggal seperti seorang
orator, ia harus pandai menarik perhatian penonton dengan humor segar
serta pukulan tarbang yang memukau dengan irama yang cantik.
Dalam pergelaran madihin ada sebuah struktur yang sudah baku, yaitu:
Pembukaan, dengan melagukan sampiran sebuah pantun yang diawali
pukulan tarbang disebut pukulan pembuka. Sampiran pantun ini biasanya
memberikan informasi awal tentang tema madihin yang akan dibawakan
nantinya.
Memasang tabi, yakni membawakan syair atau pantun yang isinya
menghormati penonton, memberikan pengantar, ucapan terima kasih dan
memohon maaf apabila ada kekeliruan dalam pergelaran nantinya.
Menyampaikan isi (manguran), menyampaikan syair-syair yang isinya
selaras dengan tema pergelaran atau sesuai yang diminta tuan rumah,
sebelumnya disampaikan dulu sampiran pembukaan syair (mamacah bunga).
Penutup, menyimpulkan apa maksud syair sambil menghormati penonton memohon pamit ditutup dengan pantun penutup.
Saat ini pemadihin yang terkenal di Kalimantan Selatan adalah John Tralala dan anaknya Hendra (dikutif di situs kulaan kami)
Cara pendulangan intan tradisional di Desa Cempaka, Martapura Kalsel
“MAULUDAN RASUL” KALSEL DIGELAR TAK SEKEDAR PERINGATI KELAHIRAN NABI
Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin,30/3 (ANTARA)- Sebuah desa yang tadinya termasuk wilayah
yang sunyi senyap seketika menjadi hiruk-pikuk dengan didatangi banyak
orang, bukan saja berasal dari warga masyarakat sekitar desa itu tapi
tak sedikit warga yang berasal dari kota-kota besar.
Bukan hanya rakyat jelata yang berada dikumpulan banyak orang itu, bisa
jadi di sana ada gubernur, bupati, camat, setidaknya dihadiri seorang
kepala desa atau lurah.
Bahkan bisa pula terdapat para politikus dari berbagai partai politik
berbaur di acara yang disebut sebagai atraksi budaya dan agama
“Mauludan Rasul” yang hampir dipastikan digelar setiap tahun di
desa-desa wilayah Banua Enam (enam Kabupaten Utara Kalsel).
Penulis yang melakukan perjalanan ke wilayah Banua Enam atau yang
disebut pula kawasan “Pahuluan” (hulu sungai) akhir Maret 2008 ini
menyaksikan begitu semaraknya perayaan Mauludan Rasul, terutama tampak
terlihat di di Kabupaten Balangan.
Desa Panggung dan Inan salah satu desa yang menggelar acara tersebut
dikunjungi banyak orang, sehingga kampung itu menjadi ramai. Pendatang
bukan saja dari desa tetangga dan sekitarnya tapi tak sedikit datang
dari kota hanya untuk mengikuti proses acara Mauludan Rasul tersebut.
Meriahnya acara Mauludan Rasul di desa tersebut, karena bukan saja
sebagai atraksi budaya dan agama ternyata acara tersebut dinilai
sebagai ajang silaturahmi terbesar di tengah masyarakat.
Menurut beberapa warga Desa Panggung dan Inan Kecamatan Paringin
Selatan, Kabupaten Balangan, bila acara Maulud Rasul itu digelar salah
satu keluarga, maka keluarga yang lain seakan wajib menghadiri acara
itu, karena kehadiran keluarga dan pamily lainnya merupakan bentuk
penghargaan bagi sipenyelanggara acara tersebut.
“Makanya bila ada keluarga yang tak hadir dalam acara Maulud Rasul
maka keluarga tersebut dianggap kurang hubungan kekeluargaanya, dan
nantinya bila keluarga yang tidak hadir itu menyelanggarakan acara
serupa maka si keluarga yang lain bisa tidak hadir pula,” kata Hj Amnah
penduduk setempat.
Oleh karena itu tidak heran bila satu keluarga menggelar acara Maulud
Rasul maka hampir seluruh keluarga berdatangan, bahkan yang berada di
kota juga ikut mudik untuk meramaikan acara tahunan tersebut.
Bahkan menghadiri Maulud Rasul dianggap lebih sakral ketimbang hadir
saat Lebaran Idul Fitri atau Idhul Adha, karena saat acara ini
merupakan ajang silaturahmi keluarga paling akbar dalam setahun.
Pada perayaan Maulud Rasul di Desa tersebut dipusatkan salah satu
masjid yang ada di desa tersebut, dibarengi dengan pembacaan
syair-syair Maulud Al Habsyi, dan Maulud Diba serta ceramah agama oleh
seorang ulama setempat.
Berdasarkan keterangan, acara serupa merupakan yang kesekian kali di
gelar oleh warga di desa-desa kawasan tersebut, bahkan terkesan setiap
hari selalu saja ada yang menggelar acara tersebut sehingga selama
bulan Rabiul Awal atau bulan maulid nabi ini banyak sekali undangan
menghadiri acara itu, kata Syamsul penduduk setempat.
Menurut Syamsul, karena acara ini dianggap menarik maka banyak sekali
warga berdatangan dari kota-kota besar bahkan warga dari propinsi
tetangga Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Timur (Kaltim).
Penyelanggaraan acara Mauludan Rasul dalam rangka memperingati
kelahiran nabi Muhammad SAW memang dinilai mahal, tetapi bagi warga
tidak menjadi masalah, karena penyelanggraan yang telah terjadi secara
turun-temurun di tengah masyarakat Muslim setempat dinilai bisa
mengangkat harkat martabat, disamping nilai-nilai agama.
Oleh karena itu bagaimanapun seorang keluarga di desa-desa tersebut
berusaha untuk ikut menjadi penyelanggara walau harus membayar mahal.
Tetapi warga memiliki cara tersendiri untuk meringankan beban
penyelanggaraan tersebut yakni dengan cara menggelar tabungan mingguan
yang disebut “handil maulud.” dengan cara menyetor uang setiap minggu
kepada seorang panitia yang dipercaya mengumpulkan dana sehingga selama
setahun akan terkumpul dana yang cukup besar.
“Dana yang dikumpulkan selama setahun itulah yang kemudian dibelikan
seekor sapi atau kerbau, untuk disembelih, kemudian daging sapi atau
kerbau itu dibagi-bagian kepada warga yang ikut menjadi anggota
tabungan maulud tersebut.” kata Aspiani warga Inan yang menakui setiap
tahun menggelar acara Mauludan Rasul tersebut.
Namun, tambah warga untuk menentukan acara Mauludan Rasul setiap
kampung atau desa harus ditentukan, maksudnya agar tidak berbarengan
dengan desa-desa yang lain di kawasan tersebut.
Dalam setiap penyelanggaraan di suatu desa maka warga desa lain
diundang untuk hadir kemudian bila desa yang lain menggelar maka warga
desa yang terlebih dahulu menggelar acara itu harus pula menghadiri
acara demikian di desa yang menyelanggarakan belakangan.
“Agar penyelanggaraan Maulud Rasul pasti dihadiri warga desa lain, maka
biasanya ada hukum yang tidak tertulis di dalam masyareakat setempat
disebut “limit.” Artinya warga yang menjadi anggota limit wajib hadir,
kalau tidak hadir bisa dianggap kualat,” tutur Aspiani.
Oleh karena itu seorang warga dinyatakan sebagai anggota limit, walau
ia banyak pekerjaan, atau kegiatan lain maka wajib membatalkan
pekerjaan dan kegiatan itu hanya untuk menghadiri acara Maulud Rasul
tersebut.
Memeriahkan acara Maulud Rasul bagi warga dinilai memiliki nilai-nilai
tersendiri dalam agama karena sama dengan menjujung nilai-nilai
kehidupan Nabi Muhamad SAW maka diharapkan mendapat reda dan safaat
dari Nabi Muhammad SAW.
Berdasarkan keterangan waktu penyelanggaraan acara Mauludan Rasul di
setiap desa Kaki Pegunungan Meratus tersebut, selama dua hari, hari
pertama disebut sebagai hari “bamula” sementara hari edua disebut hari
“H” atau hari gawi.
Oleh karena itu, keluarga warga yang mengikuti acara itu harus menginap
di rumah keluarga yang mengundang untuk mengikuti hari “h” atau hari
gawi.
Dalam acara tersebut dimulai dengan menghidangkan makanan awal atau
makan pagi, terdiri dari berbagai makanan khas dan tradisional
setempat, seperti laksa, katupat Kandangan, gangan balamak, lontong,
nasi kuning, atau makanan lainnya tergantung keinginan tuan rumah.
Selain itu pada sajian awal itu juga dihidangkan penganan tradisional.
Setiap rumah penyelanggara menyajikan beraneka penganan tergantung
kemampuan tuan rumah.
Namun penganan yang disajikan tersebut kebanyakan penganan yang
disebut penganan khas suku Banjar yang dikenal wadai 41 macam, seperti
wajik, apam, kikicak, kalelapon, sarimuka, bingka, lamang, keraraban,
wadai balapis,bingka barandam, cucur, katupat balamak, gaguduh, pais,
gayam, bubur habang, bubur putih, onde-onde, jalabia atau
cakodok,agar-agar, cangkarok, amparan tatak, dadar gulung,puteri salat,
hintalu karuang, patah dan lainnya.
Setelah hidangan awal di gelar maka seluruh undangan, khususnya
undangan laki-laki berkumpul di masjid atau surau untuk membacakan
syair-syair maulud, baik jenis syair Maulud Diba, Maulud Al Habsyi,
maupun Maulud Barjanji semuanya berisi syair berupa puji-pujian kepada
Nabi Muhamad SAW.
Dalam pembacaan syair Maulud Rasul ini juga dibawakan
kelompok-kelompok kampung, artinya saat perayaan di salah satu
kampung maka kelompok kampung lain yang menyajikan bacaan syair-syair
Maulud Rasul tersebut, kemudian nantinya bila kampung yang lain itu
menyelanggarakan hajatan serupa maka kampung yang ini membacakan syair
Maulud Rasul atau dengan cara berbalas-balasan.
Setelah selesai membaca syair-syair Maulud proses selanjutnya masih di
dalam masjid atau surau tamu diharuskan mendengarkan lantutan pembacaan
ayat suci Al Qur, an oleh salah seorang yang ditunjuk panitia,biasanya
seorang qari di kampung tersebut, serta mendengarkan tausiah atau
ceramah agama dari seorang ulama.
Ulama yang diundang memberikan tausiah biasanya biasanya pula adalah
ulama yang ternama, atau yang dikenal dengan sebutan tuan guru, tentu
ceramah yang disampaikan didominasi berkisar sejarah kehidupan Nabi
Muhamad SAW baru ajaran-ajaran agama Islam yang lainnya.
Proses acara berada di masjid atau surau sejak pembacaan syair-syair
Maulud rasul, hingga pembacaan ayat suci Al Qur’an dan ceramah agama
biasanya berlangsung sekitar tiga hingga empat jam, setelah itu baru
ditutup dengan doa kemudian bubaran acara di masjid.
Namun tak jarang, dalam acara di masjid tersebut juga dihadiri pejabat
setempat, seperti gubernur, bupati, atau camat, paling rendah harus
dihadiri kepala desa. Para pejabat itupun diminta memberikan sambutan
atau wejangan untuk menjelaskan berbagai program pembangunan atau
wejangan lain kepada masyarakat.
Setelah bubaran di masjid itulah, kepada undangan diharapkan mendatangi
rumah keluarga atau keramat masing-masing yang ikut menjadi
penyelanggaran Mauludan Rasul guna menikmati hidangan utama atau makan
siang, yang tentu makanannya terbuat dari daging sapi atau daging
kerbau yang disembelih itu.
Namun bagi keluarga yang cukup mampu biasanya selain menyajikan makanan
terbuat dari daging sapi dan kerbau juga makanan tambahan lainnya
terbuat dari ikan, ayam, udang, sayuran, yang disebut warga sebagai
makanan “baampal.”
Tidak ada yang tahu persis kapan acara Mauludan Rasul mulai berkembang
di daratan paling Selatan Pulau terbesar di tanah air tersebut, namun
ditaksir sejak masuknya Islam di wilayah tersebut.
Dalam perkembangannya acara Mauludan Rasul di Kalsel, agaknya tidak
lagi sekedar memperingati kelahiran nabi untuk memperoleh berkah sesuai
anjuran agama, tetapi sudah pula terdapat muatan-muatan lain.
Yang pasti nilai yang paling besar dalam acara itu adalah nilai
silaturahmi antar warga yang sangat positip dalam upaya menjaga
kebersamaan dan kerukunan.
Nilai lain bisa dilihat saat acara Mauludan Rasul yang diselanggarakan
di masjid Banua Halat, Kabupaten Tapin yang dihadiri Gubernur Kalsel,
Drs.Rudy Ariffin dan bupati setempat dinyatakan sebagai atraksi wisata
karena digelar atraksi budaya “baayun anak” diikuti 1544 orang serta
masuk Museum Recor Indonesia (MURI).
Di berbagai tempat penyelanggaraan Mauludan Rasul tak jarang panitia
perayaan disusupi orang-orang yang berasal dari sebuah partai politik
(parpol), sehingga dalam perayaan tersebut memunculkan atribut salah
satu partai.
Bahkan seringkali pula, dana penyelanggaraan perayaan tersebut dibantu
sebuah parpol agar parpol tersebut terkesan lebih memperhatikan
masyarakat, bahkan tak jarang pula dalam perayaan bukan saja
menghadirkan kalangan pejabat tetapi juga tokoh-tokoh partai baik yang
ada di tingkat propinsi maupun parpol ditingkat kabupaten/kota atau
kecamatan.
Apalagi bila saat perayaan Maulud Rasul itu bertepatan dengan
diselanggarakannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih
bupati di suatu daerah kabupaten maka kuat nuansa Pilkada tersebut,
umpamanya saja dengan menampilkan atribut atau simbol-simbol dari
seorang tokoh peserta Pilkada di daerah itu.
Atau isi ceramah dan wejangan yang tadinya berupa wejangan agama secara
tak sadar bisa terjadi menggiring hadirin untuk memilih salah seorang
peserta pilkada,atau parpol tertentu, dengan demikian maka Mauludan
Rasul di Kalsel sudah terdapat segudang makna.
esenian madihin memiliki kemiripan dengan kesenian lamut, bedanya
terdapat pada cara penyampaian syairnya. Dalam lamut syair yang
disampaikan berupa sebuah cerita atau dongeng yang sudah sering
didengar dan lebih mengarah pada seni teater dengan adanya pemain dan
tokoh cerita. Sedangkan lirik syair dalam madihin sering dibuat secara
spontan oleh pemadihinnya dan lebih mengandung humor segar yang
menghibur dengan nasihat-nasihat yang bermanfaat.
Menurut berbagai keterangan asal kata madihin dari kata madah, sejenis
puisi lama dalam sastra Indonesia karena ia menyanyikan syair-syair
yang berasal dari kalimat akhir bersamaan bunyi. Madah bisa juga
diartikan sebagai kalimat puji-pujian (bahasa Arab) hal ini bisa
dilihat dari kalimat dalam madihin yang kadangkala berupa puji-pujian.
Pendapat lain mengatakan kata madihin berasal dari bahasa Banjar yaitu
papadahan atau mamadahi (memberi nasihat), pendapat ini juga bisa
dibenarkan karena isi dari syairnya sering berisi nasihat.
Asal mula timbulnya kesenian madihin sulit ditegaskan. Ada yang
berpendapat dari kampung Tawia, Angkinang, Hulu Sungai Selatan. Dari
Kampun Tawia inilah kemudian tersebar keseluruh Kalimantan Selatan
bahkan Kalimantan Timur. Pemain madihin yang terkenal umumnya berasal
dari kampung Tawia. Ada juga yang mengatakan kesenian ini berasal dari
Malaka sebab madihin dipengaruhi oleh syair dan gendang tradisional
dari tanah semenanjung Malaka yang sering dipakai dalam mengiringi
irama tradisional Melayu asli.
Cuma yang jelas madihin hanya mengenal bahasa Banjar dalam semua
syairnya yang berarti orang yang memulainya adalah dari suku Banjar
yang mendiami Kalimantan Selatan, sehingga bisa dilogikakan bahwa
madihin berasal dari Kalimantan Selatan. Diperkirakan madihin telah ada
semenjak Islam menyebar di Kerajaan Banjar lahirnya dipengaruhi kasidah.
Pada waktu dulu fungsi utama madihin untuk menghibur raja atau
pejabat istana, isi syair yang dibawakan berisi puji-pujian kepada
kerajaan. Selanjutnya madihin berkembang fungsi menjadi hiburan rakyat
di waktu-waktu tertentu, misalnya pengisi hiburan sehabis panen,
memeriahkan persandingan penganten dan memeriahkan hari besar lainnya.
Kesenian madihin umumnya digelarkan pada malam hari, lama pergelaran
biasanya lebih kurang 1 sampai 2 jam sesuai permintaan penyelenggara.
Dahulu pementasannya banyak dilakukan di lapangan terbuka agar
menampung penonton banyak, sekarang madihin lebih sering digelarkan di
dalam gedung tertutup.
Madihin bisa dibawakan oleh 2 sampai 4 pemain, apabila yang bermain
banyak maka mereka seolah-olah bertanding adu kehebatan syair, saling
bertanya jawab, saling sindir, dan saling kalah mengalahkan melalui
syair yang mereka ciptakan. Duel ini disebut baadu kaharatan (adu
kehebatan), kelompok atau pemadihinan yang terlambat atau tidak bisa
membalas syair dari lawannya akan dinyatakan kalah. Jika dimainkan
hanya satu orang maka pemadihinan tersebut harus bisa mengatur rampak
gendang dan suara yang akan ditampilkan untuk memberikan efek dinamis
dalam penyampaian syair. Pemadihinan secara tunggal seperti seorang
orator, ia harus pandai menarik perhatian penonton dengan humor segar
serta pukulan tarbang yang memukau dengan irama yang cantik.
Dalam pergelaran madihin ada sebuah struktur yang sudah baku, yaitu:
Pembukaan, dengan melagukan sampiran sebuah pantun yang diawali
pukulan tarbang disebut pukulan pembuka. Sampiran pantun ini biasanya
memberikan informasi awal tentang tema madihin yang akan dibawakan
nantinya.
Memasang tabi, yakni membawakan syair atau pantun yang isinya
menghormati penonton, memberikan pengantar, ucapan terima kasih dan
memohon maaf apabila ada kekeliruan dalam pergelaran nantinya.
Menyampaikan isi (manguran), menyampaikan syair-syair yang isinya
selaras dengan tema pergelaran atau sesuai yang diminta tuan rumah,
sebelumnya disampaikan dulu sampiran pembukaan syair (mamacah bunga).
Penutup, menyimpulkan apa maksud syair sambil menghormati penonton memohon pamit ditutup dengan pantun penutup.
Saat ini pemadihin yang terkenal di Kalimantan Selatan adalah John Tralala dan anaknya Hendra (dikutif di situs kulaan kami)
Cara pendulangan intan tradisional di Desa Cempaka, Martapura Kalsel
“MAULUDAN RASUL” KALSEL DIGELAR TAK SEKEDAR PERINGATI KELAHIRAN NABI
Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin,30/3 (ANTARA)- Sebuah desa yang tadinya termasuk wilayah
yang sunyi senyap seketika menjadi hiruk-pikuk dengan didatangi banyak
orang, bukan saja berasal dari warga masyarakat sekitar desa itu tapi
tak sedikit warga yang berasal dari kota-kota besar.
Bukan hanya rakyat jelata yang berada dikumpulan banyak orang itu, bisa
jadi di sana ada gubernur, bupati, camat, setidaknya dihadiri seorang
kepala desa atau lurah.
Bahkan bisa pula terdapat para politikus dari berbagai partai politik
berbaur di acara yang disebut sebagai atraksi budaya dan agama
“Mauludan Rasul” yang hampir dipastikan digelar setiap tahun di
desa-desa wilayah Banua Enam (enam Kabupaten Utara Kalsel).
Penulis yang melakukan perjalanan ke wilayah Banua Enam atau yang
disebut pula kawasan “Pahuluan” (hulu sungai) akhir Maret 2008 ini
menyaksikan begitu semaraknya perayaan Mauludan Rasul, terutama tampak
terlihat di di Kabupaten Balangan.
Desa Panggung dan Inan salah satu desa yang menggelar acara tersebut
dikunjungi banyak orang, sehingga kampung itu menjadi ramai. Pendatang
bukan saja dari desa tetangga dan sekitarnya tapi tak sedikit datang
dari kota hanya untuk mengikuti proses acara Mauludan Rasul tersebut.
Meriahnya acara Mauludan Rasul di desa tersebut, karena bukan saja
sebagai atraksi budaya dan agama ternyata acara tersebut dinilai
sebagai ajang silaturahmi terbesar di tengah masyarakat.
Menurut beberapa warga Desa Panggung dan Inan Kecamatan Paringin
Selatan, Kabupaten Balangan, bila acara Maulud Rasul itu digelar salah
satu keluarga, maka keluarga yang lain seakan wajib menghadiri acara
itu, karena kehadiran keluarga dan pamily lainnya merupakan bentuk
penghargaan bagi sipenyelanggara acara tersebut.
“Makanya bila ada keluarga yang tak hadir dalam acara Maulud Rasul
maka keluarga tersebut dianggap kurang hubungan kekeluargaanya, dan
nantinya bila keluarga yang tidak hadir itu menyelanggarakan acara
serupa maka si keluarga yang lain bisa tidak hadir pula,” kata Hj Amnah
penduduk setempat.
Oleh karena itu tidak heran bila satu keluarga menggelar acara Maulud
Rasul maka hampir seluruh keluarga berdatangan, bahkan yang berada di
kota juga ikut mudik untuk meramaikan acara tahunan tersebut.
Bahkan menghadiri Maulud Rasul dianggap lebih sakral ketimbang hadir
saat Lebaran Idul Fitri atau Idhul Adha, karena saat acara ini
merupakan ajang silaturahmi keluarga paling akbar dalam setahun.
Pada perayaan Maulud Rasul di Desa tersebut dipusatkan salah satu
masjid yang ada di desa tersebut, dibarengi dengan pembacaan
syair-syair Maulud Al Habsyi, dan Maulud Diba serta ceramah agama oleh
seorang ulama setempat.
Berdasarkan keterangan, acara serupa merupakan yang kesekian kali di
gelar oleh warga di desa-desa kawasan tersebut, bahkan terkesan setiap
hari selalu saja ada yang menggelar acara tersebut sehingga selama
bulan Rabiul Awal atau bulan maulid nabi ini banyak sekali undangan
menghadiri acara itu, kata Syamsul penduduk setempat.
Menurut Syamsul, karena acara ini dianggap menarik maka banyak sekali
warga berdatangan dari kota-kota besar bahkan warga dari propinsi
tetangga Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Timur (Kaltim).
Penyelanggaraan acara Mauludan Rasul dalam rangka memperingati
kelahiran nabi Muhammad SAW memang dinilai mahal, tetapi bagi warga
tidak menjadi masalah, karena penyelanggraan yang telah terjadi secara
turun-temurun di tengah masyarakat Muslim setempat dinilai bisa
mengangkat harkat martabat, disamping nilai-nilai agama.
Oleh karena itu bagaimanapun seorang keluarga di desa-desa tersebut
berusaha untuk ikut menjadi penyelanggara walau harus membayar mahal.
Tetapi warga memiliki cara tersendiri untuk meringankan beban
penyelanggaraan tersebut yakni dengan cara menggelar tabungan mingguan
yang disebut “handil maulud.” dengan cara menyetor uang setiap minggu
kepada seorang panitia yang dipercaya mengumpulkan dana sehingga selama
setahun akan terkumpul dana yang cukup besar.
“Dana yang dikumpulkan selama setahun itulah yang kemudian dibelikan
seekor sapi atau kerbau, untuk disembelih, kemudian daging sapi atau
kerbau itu dibagi-bagian kepada warga yang ikut menjadi anggota
tabungan maulud tersebut.” kata Aspiani warga Inan yang menakui setiap
tahun menggelar acara Mauludan Rasul tersebut.
Namun, tambah warga untuk menentukan acara Mauludan Rasul setiap
kampung atau desa harus ditentukan, maksudnya agar tidak berbarengan
dengan desa-desa yang lain di kawasan tersebut.
Dalam setiap penyelanggaraan di suatu desa maka warga desa lain
diundang untuk hadir kemudian bila desa yang lain menggelar maka warga
desa yang terlebih dahulu menggelar acara itu harus pula menghadiri
acara demikian di desa yang menyelanggarakan belakangan.
“Agar penyelanggaraan Maulud Rasul pasti dihadiri warga desa lain, maka
biasanya ada hukum yang tidak tertulis di dalam masyareakat setempat
disebut “limit.” Artinya warga yang menjadi anggota limit wajib hadir,
kalau tidak hadir bisa dianggap kualat,” tutur Aspiani.
Oleh karena itu seorang warga dinyatakan sebagai anggota limit, walau
ia banyak pekerjaan, atau kegiatan lain maka wajib membatalkan
pekerjaan dan kegiatan itu hanya untuk menghadiri acara Maulud Rasul
tersebut.
Memeriahkan acara Maulud Rasul bagi warga dinilai memiliki nilai-nilai
tersendiri dalam agama karena sama dengan menjujung nilai-nilai
kehidupan Nabi Muhamad SAW maka diharapkan mendapat reda dan safaat
dari Nabi Muhammad SAW.
Berdasarkan keterangan waktu penyelanggaraan acara Mauludan Rasul di
setiap desa Kaki Pegunungan Meratus tersebut, selama dua hari, hari
pertama disebut sebagai hari “bamula” sementara hari edua disebut hari
“H” atau hari gawi.
Oleh karena itu, keluarga warga yang mengikuti acara itu harus menginap
di rumah keluarga yang mengundang untuk mengikuti hari “h” atau hari
gawi.
Dalam acara tersebut dimulai dengan menghidangkan makanan awal atau
makan pagi, terdiri dari berbagai makanan khas dan tradisional
setempat, seperti laksa, katupat Kandangan, gangan balamak, lontong,
nasi kuning, atau makanan lainnya tergantung keinginan tuan rumah.
Selain itu pada sajian awal itu juga dihidangkan penganan tradisional.
Setiap rumah penyelanggara menyajikan beraneka penganan tergantung
kemampuan tuan rumah.
Namun penganan yang disajikan tersebut kebanyakan penganan yang
disebut penganan khas suku Banjar yang dikenal wadai 41 macam, seperti
wajik, apam, kikicak, kalelapon, sarimuka, bingka, lamang, keraraban,
wadai balapis,bingka barandam, cucur, katupat balamak, gaguduh, pais,
gayam, bubur habang, bubur putih, onde-onde, jalabia atau
cakodok,agar-agar, cangkarok, amparan tatak, dadar gulung,puteri salat,
hintalu karuang, patah dan lainnya.
Setelah hidangan awal di gelar maka seluruh undangan, khususnya
undangan laki-laki berkumpul di masjid atau surau untuk membacakan
syair-syair maulud, baik jenis syair Maulud Diba, Maulud Al Habsyi,
maupun Maulud Barjanji semuanya berisi syair berupa puji-pujian kepada
Nabi Muhamad SAW.
Dalam pembacaan syair Maulud Rasul ini juga dibawakan
kelompok-kelompok kampung, artinya saat perayaan di salah satu
kampung maka kelompok kampung lain yang menyajikan bacaan syair-syair
Maulud Rasul tersebut, kemudian nantinya bila kampung yang lain itu
menyelanggarakan hajatan serupa maka kampung yang ini membacakan syair
Maulud Rasul atau dengan cara berbalas-balasan.
Setelah selesai membaca syair-syair Maulud proses selanjutnya masih di
dalam masjid atau surau tamu diharuskan mendengarkan lantutan pembacaan
ayat suci Al Qur, an oleh salah seorang yang ditunjuk panitia,biasanya
seorang qari di kampung tersebut, serta mendengarkan tausiah atau
ceramah agama dari seorang ulama.
Ulama yang diundang memberikan tausiah biasanya biasanya pula adalah
ulama yang ternama, atau yang dikenal dengan sebutan tuan guru, tentu
ceramah yang disampaikan didominasi berkisar sejarah kehidupan Nabi
Muhamad SAW baru ajaran-ajaran agama Islam yang lainnya.
Proses acara berada di masjid atau surau sejak pembacaan syair-syair
Maulud rasul, hingga pembacaan ayat suci Al Qur’an dan ceramah agama
biasanya berlangsung sekitar tiga hingga empat jam, setelah itu baru
ditutup dengan doa kemudian bubaran acara di masjid.
Namun tak jarang, dalam acara di masjid tersebut juga dihadiri pejabat
setempat, seperti gubernur, bupati, atau camat, paling rendah harus
dihadiri kepala desa. Para pejabat itupun diminta memberikan sambutan
atau wejangan untuk menjelaskan berbagai program pembangunan atau
wejangan lain kepada masyarakat.
Setelah bubaran di masjid itulah, kepada undangan diharapkan mendatangi
rumah keluarga atau keramat masing-masing yang ikut menjadi
penyelanggaran Mauludan Rasul guna menikmati hidangan utama atau makan
siang, yang tentu makanannya terbuat dari daging sapi atau daging
kerbau yang disembelih itu.
Namun bagi keluarga yang cukup mampu biasanya selain menyajikan makanan
terbuat dari daging sapi dan kerbau juga makanan tambahan lainnya
terbuat dari ikan, ayam, udang, sayuran, yang disebut warga sebagai
makanan “baampal.”
Tidak ada yang tahu persis kapan acara Mauludan Rasul mulai berkembang
di daratan paling Selatan Pulau terbesar di tanah air tersebut, namun
ditaksir sejak masuknya Islam di wilayah tersebut.
Dalam perkembangannya acara Mauludan Rasul di Kalsel, agaknya tidak
lagi sekedar memperingati kelahiran nabi untuk memperoleh berkah sesuai
anjuran agama, tetapi sudah pula terdapat muatan-muatan lain.
Yang pasti nilai yang paling besar dalam acara itu adalah nilai
silaturahmi antar warga yang sangat positip dalam upaya menjaga
kebersamaan dan kerukunan.
Nilai lain bisa dilihat saat acara Mauludan Rasul yang diselanggarakan
di masjid Banua Halat, Kabupaten Tapin yang dihadiri Gubernur Kalsel,
Drs.Rudy Ariffin dan bupati setempat dinyatakan sebagai atraksi wisata
karena digelar atraksi budaya “baayun anak” diikuti 1544 orang serta
masuk Museum Recor Indonesia (MURI).
Di berbagai tempat penyelanggaraan Mauludan Rasul tak jarang panitia
perayaan disusupi orang-orang yang berasal dari sebuah partai politik
(parpol), sehingga dalam perayaan tersebut memunculkan atribut salah
satu partai.
Bahkan seringkali pula, dana penyelanggaraan perayaan tersebut dibantu
sebuah parpol agar parpol tersebut terkesan lebih memperhatikan
masyarakat, bahkan tak jarang pula dalam perayaan bukan saja
menghadirkan kalangan pejabat tetapi juga tokoh-tokoh partai baik yang
ada di tingkat propinsi maupun parpol ditingkat kabupaten/kota atau
kecamatan.
Apalagi bila saat perayaan Maulud Rasul itu bertepatan dengan
diselanggarakannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih
bupati di suatu daerah kabupaten maka kuat nuansa Pilkada tersebut,
umpamanya saja dengan menampilkan atribut atau simbol-simbol dari
seorang tokoh peserta Pilkada di daerah itu.
Atau isi ceramah dan wejangan yang tadinya berupa wejangan agama secara
tak sadar bisa terjadi menggiring hadirin untuk memilih salah seorang
peserta pilkada,atau parpol tertentu, dengan demikian maka Mauludan
Rasul di Kalsel sudah terdapat segudang makna.
didin- Brigedier Jeneral
- Posts : 3388
Points : 3399
Join date : 21/10/2009
Age : 56
Location : Banjarmasin-Palangka Raya
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
panjang bangat pak
esok pagi ler gue baca
nak bekawad ancap
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
esok pagi ler gue baca
nak bekawad ancap
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
ngeh ngeh ngeh
Atong- Mejar Jeneral
- Posts : 8268
Points : 8310
Join date : 22/05/2009
Location : Alam Maya (Kuala Lumpur)
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
cheh!
atong main tipu!
atong main tipu!
dragon- Brigedier Jeneral
- Posts : 4129
Points : 4147
Join date : 15/06/2009
Age : 45
Location : Batu Pahat
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
mun kada tipu tatak untong wooo jar cinak
hasbima@abe- Leftenen Jeneral
- Posts : 15609
Points : 15721
Join date : 13/06/2009
Age : 62
Location : tamaloh
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
Terima kasih Didin..
Hagan manambah pengatahuan..
Kak ros handak bangat malihat kain "sasirangan" dari parak Didin'ai..
Bila kah hanyar dapat umpatan orang ka banua alih..
Hagan manambah pengatahuan..
Kak ros handak bangat malihat kain "sasirangan" dari parak Didin'ai..
Bila kah hanyar dapat umpatan orang ka banua alih..
*ROSMAH*- Mejar Jeneral
- Posts : 6093
Points : 6137
Join date : 29/05/2009
Age : 67
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
dragon wrote:cheh!
atong main tipu!
haittttt
mana ada ulon main tipu
gue saman lu 100 juta baru hang tau
Atong- Mejar Jeneral
- Posts : 8268
Points : 8310
Join date : 22/05/2009
Location : Alam Maya (Kuala Lumpur)
Re: KEMBARA BANJAR, siapa nang handak kabanua
atong..dapat duit saman RM 100 juta tu
kita tulak kebenua
kembara banjar
kita tulak kebenua
kembara banjar
hasbima@abe- Leftenen Jeneral
- Posts : 15609
Points : 15721
Join date : 13/06/2009
Age : 62
Location : tamaloh
Page 1 of 2 • 1, 2
Similar topics
» Siapa ada tahaga urang nang kainik??
» Kembara Banjar
» napangaran orang banjar palin glemer
» KAMUS BAHASA BANJAR (perkataan nang jarang didangar) jum kita lestarikan
» Kambara ka Siam
» Kembara Banjar
» napangaran orang banjar palin glemer
» KAMUS BAHASA BANJAR (perkataan nang jarang didangar) jum kita lestarikan
» Kambara ka Siam
Page 1 of 2
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
|
|